Selasa, 23 Juli 2013

Mengetahui Kesehatan Sebuah Bank

Bagaimana Mengetahui Kesehatan Sebuah Bank?

Banyak cara yang digunakan untuk menilai kelayakan sebuah bank. Sejumlah pengamat mempergunakan cara perhitungan yang agak njelimet, dengan menggunakan angka-angka keuangan, yaitu rasio. 
Perhitungan rasio yang banyak digunakan saat ini adalah CAR, NPL, dan LDR. Hmm,,, bahasa apaan yak? Kita bahas yuk Gan satu persatu: 

CAR
CAR kependekan dari Capital to Adequacy Ratio atau rasio kecukupan modal, dibandingkan dengan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). 
Nilai ini memperlihatkan sebesar apa modal bila dibandingkan dengan besarnya aset-aset yang berisiko. Makin besar CAR sebuah bank, makin baik bank yang bersangkutan. Misalnya, modal Bank A Rp 100 juta, maka ATMR-nya adalah Rp 100 juta. Nah, bila ternyata semua aset-aset yang berisiko yang selama dijalankan bank gagal berkembang atau membawa kerugian, modal di atas masih dapat menutupi kerugian tersebut. Dana masyarakat pun tidak dikorbankan.

NPL
NPL kependekan dari Non Performance Loan. Angka ini memperlihatkan besarnya kredit yang telah disalurkan yang dianggap tidak memiliki prospek bagus. Penyaluran tak berprospek tersebut tidak serta merta menjadi bagian dari kegagalan operasional bank, karena bank sendiri memiliki barang jaminan atas pinjaman itu. Namun tujuan awal menyalurkan dana itu 'kan bukan untuk menyita atau mendapatkan jaminan berupa barang (seperti tanah atau rumah) nasabah, melainkan untuk mengembangkan dana yang ada. Dengan demikian, bank memiliki pendapatan yang memadai untuk membayar bunga penabung dan mendapatkan keuntungan untuk biaya operasi dan pengembangan perusahaan. Jadi, berbeda dengan CAR yang angkanya makin besar makin bagus, NPL justru sebaliknya. Makin kecil angka NPL makin bagus citranya di mata nasabah.

LDR
LDR merupakan kependekan dari Loan to Deposit Ratio, yaitu angka yang memperlihatkan tingkat penyaluran dana kepada masyarakat dibandingkan dengan dana yang diperoleh dari simpanan masyarakat. Angka LDR terbaik adalah yang mendekati 100%, artinya dana yang diperoleh dapat disalurkan secara efektif ke masyarakat. Bagaimana bila angkanya terlalu kecil? Hal itu memperlihatkan bank tidak mampu bekerja secara maksimal, atau dana tidak tersalurkan dengan baik. Lama kelamaan, dapat mengakibatkan modal bank habis hanya untuk membayar bunga simpanan. Nah, kalau modal sudah habis, otomatis simpanan tersebut akhirnya juga dipakai untuk membayar bunga. Menyitir istilah awam: gali lubang tutup lubang!

Jika tiga besaran tadi bikin Agan bingung, baiklah, penyederhanaan berikut semoga membantu Agan menimbang kesehatan sebuah bank. 
Beberapa hal yang bisa dijadikan pegangan, di antaranya sebagai berikut.

Pertama, pemilik bank. Ada dua jenis kepemilikan bank di Indonesia. Pertama, bank kepunyaan pemerintah atau biasa juga disebut bank pelat merah, misalnya Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia (BNI), dan Bank Rakyat Indonesia (BRI). Jenis kedua, bank swasta, meliputi bank swasta nasional yang didirikan dan berpusat di Indonesia, semisal Bank Danamon, BCA, Bank Niaga, Bank Lippo, Bank Permata, dan banyak lagi. Ada lagi bank swasta asing. Termasuk dalam golongan ini seperti Citibank, HSBC, ABN-AMRO, dan sejenisnya. Bank mana yang akan kita percaya? Untuk menjawabnya kita tentu harus mempelajari untung-rugi status yang mereka sandang. Soalnya, status kepemilikan bank ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Kedua, umur bank. Pertimbangan ini menjadi penting, karena dapat memperlihatkan kemampuan bank dalam mengelola usahanya. Bank dengan usia yang lebih tua pastilah memiliki pengalaman dan kemampuan pengelolaan keuangan masyarakat lebih banyak, setidaknya dibandingkan dengan bank yang baru lahir. Indikator ini tentu tidak selamanya akurat, karena masih bisa dipengaruhi oleh kemampuan pengelola dan profesionalitasnya. 

Ketiga, kredibilitas bank. Tidak semua orang menganggap nama besar dapat menjamin bank tersebut sehat atau berkinerja bagus. Namun sampai saat ini, masih terbukti bahwa nama besar bank sangat mempengaruhi orang untuk mempercayakan dananya ke bank tersebut. Apalagi biasanya nama besar diikuti dengan grup besar yang ikut menggawangi dan mengawal bank tersebut. Ada anggapan dari sebagian besar masyarakat, dengan dimiliki oleh grup perusahaan besar tertentu, grup bank tersebut juga otomatis memberi jaminan terhadap keamanan keuangan bank yang dimilikinya.

Keempat, tingkat profesionalitas. Profesionalitas ini menggambarkan kemandirian bank dalam menjalankan usahanya. Makin profesional dan makin fokus bank tersebut terhadap usahanya, akan semakin nyaman kita untuk mempercayakan dana kepada mereka. Mengapa? Karena bila mereka mencoba melakukan penyelewengan, tidak akan ada satu pihak pun yang dapat membantu bank tersebut. Begitu juga bila bank bersangkutan tertimpa masalah, tak ada grup apalagi pemerintah yang siap membantu.

Kelima, keterbukaan dan transparansi. Dahulu hanya bank-bank swasta saja yang berani mencatatkan diri di bursa efek dan menjual sebagian kepemilikan sahamnya kepada masyarakat. Namun sekarang, dapat kita lihat bahwa hampir semua bank besar, baik pemerintah maupun swasta, menjual saham mereka melalui bursa efek. Dengan menjual saham, berarti mereka menyertakan masyarakat untuk memiliki bank tersebut dan ikut serta mengontrol segala kegiatan yang dilakukan oleh bank. Hal ini membuat bank menjadi lebih terbuka dan lebih transparan untuk dapat dinilai, sehingga pada akhirnya menumbuhkan kepercayaan masyarakat.

Ingat, kelima indikator yang dikemukakan di atas hanyalah alat bantu untuk memudahkan kita memilih bank. Jika secara pribadi, Agan punya indikator lain, silakan saja. Bahkan ada yang bilang, memilih bank itu seperti juga memilih istri. Sifatnya cocok-cocokkan dan tergantung kebutuhan tiap orang.

Satu hal yang pasti, menyimpan uang di bank juga adalah investasi, dan tiap investasi pasti memiliki risiko. Maka untuk melakukan investasi, pilih dan ukur dengan tepat keuntungan yang diinginkan dan risiko yang mungkin diterima. Apalagi jika ketepatan pilihan itu bisa mempengaruhi kredibilitas kita di mata calon istri atau calon mertua.


Sumber: intisari online

0 Komentar:

Posting Komentar

[Reply to comment]