Seputar Redenominasi Rupiah
Ketika perekonomian global dilanda badai krisis, ternyata Indonesia mampu mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang baik. Tak hanya itu, tingkat inflasi di Indonesia sangat terkendali yang tercatat stabil di bawah 5%.
Terlepas dari itu semua, pemerintah nampaknya belum 'pede' dengan sebuah alat perekonomian yang disebut nilai tukar. Mengapa?
Baru-baru ini pemerintah dan Bank Indonesia (BI) telah membentuk sebuah tim yang berada di bawah Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres) untuk menindaklanjuti proses penyederhanaan angka nol dalam rupiah alias redenominasi.
Isu mengenai redenominasi telah dijadikan studi khusus di bank sentral sejak lama. Hal ini mengacu setelah hasil riset World Bank yang menyebutkan, Indonesia termasuk negara pemilik pecahan mata uang terbesar kedua di dunia setelah Vietnam. Uang pecahan terbesar di Indonesia Rp 100.000, hanya kalah oleh dong Vietnam (VND) 500.000.
Ada joke yang cukup menarik yang dikatakan seorang pemandu turis di Singapura kepada para turis yang sebagian besar memang berasal dari Indonesia.
"Di Singapura kita bisa berbelanja dimanapun. Karena sebagian besar di Singapura adalah mall dan tempat belanja. Anda juga bisa makan di restoran mana saja, karena banyak restoran halal di sini,"
ungkap pemandu turis tersebut, kemudian si pemandu turis itu melanjutkan kembali kata-katanya,
"Disini untuk makan, rata-rata hanya 10 sampai 15 dolar Singapura. Tak mahal lah, jika dibandingkan dengan di Indonesia. Di Indonesia kan sekali makan sampai 15.000 yah? banyak sekali kan. Di Singapura, 15.000 bisa beli mobil,"
Dengan candaan tersebut, terbesit bahwa rupiah cukup 'terkenal' dengan besarannya jumlah angka nol yang banyak.
Kembali ke wacana redenominasi. Salah satu alasan bank sentral menginisiasi redenominasi memang pada dasarnya untuk mengangkat 'derajat' rupiah. Selain untuk membuat 'simple' perhitungan akuntansi.
Kalau tidak dimulai dari sekarang, kita akan menghadapi begitu banyak persoalan dari digit angka alat-alat perhitungan kita, akuntansi kita, kemudian alat hitung yang angkanya berderet-deret, Kan nggak bisa dihilangkan angka di belakang koma misalnya sampai 18 digit di belakang koma, benerkan Gan ? Membacanya saja nanti akan bingung, apalagi bagi seorang akuntan yang harus menghitung uang sampai milyaran atau triliyunan, angka nol nya kebanyakan kan Gan?
Ane yakin, kita semua cinta sama rupiah, tapi kalau setiap menukar ke mata uang asing, hati kita merasa tidak enak. Coba bayangkan 9000 rupiah yang kita tukar ke mata uang Dollar Amerika misalnya, hanya jadi 1 Dollar Gan.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sendiri menjelaskan beberapa alasan perlunya menyederhanakan angka nol dalam rupiah alias redenominasi mata uang. Alasan utamanya adalah penyederhanaan dalam pencatatan keuangan atau sistem akuntansi.
Yang utama adalah untuk menyederhanakan. Karena kalau dengan denominasi yang besar menimbulkan inefisiensi dalam jual beli. Oleh karena itu, perlu disederhanakan.
Menurut Ane seh, redenominasi perlu dilakukan saat ini juga. Jangan lagi ditunda.
Pengertian redenominasi sendiri adalah penyederhanaan nilai mata uang menjadi lebih kecil tanpa mengubah nilai tukarnya. Misal Rp 1.000 menjadi Rp 1 untuk menyederhanakan denominasi (pecahan) mata uang menjadi pecahan lebih kecil. Dengan penyederhanaan itu maka hal yang sama secara bersamaan dilakukan juga pada harga-harga barang dan proses ini tidak mengubah daya beli masyarakat.
Pada waktu terjadi inflasi, jumlah satuan moneter yang sama perlahan-lahan memiliki daya beli yang semakin melemah. Dengan kata lain, harga produk dan jasa harus dituliskan dengan jumlah yang lebih besar. Ketika angka-angka ini semakin membesar, mereka dapat memengaruhi transaksi harian karena risiko dan ketidaknyamanan yang diakibatkan oleh jumlah lembaran uang yang harus dibawa, atau karena psikologi manusia yang tidak efektif menangani perhitungan angka dalam jumlah besar. Pihak yang berwenang dapat memperkecil masalah ini dengan redenominasi: satuan yang baru menggantikan satuan yang lama dengan sejumlah angka tertentu dari satuan yang lama dikonversi menjadi 1 satuan yang baru. Jika alasan redenominasi adalah inflasi, rasio konversi dapat lebih besar dari 1, biasanya merupakan bilangan positif kelipatan sepuluh, seperti 10, 100, 1.000, dan seterusnya. Prosedur ini dapat disebut sebagai "penghilangan nol".
Redenominasi rupiah pada dasarnya merupakan hal yang baik. Langkah pemerintah yang diinisiasikan oleh Bank Indonesia untuk mengangkat 'derajat' rupiah merupakan hal yang membanggakan.
sumber: Wkipedia & Detik finance
0 Komentar:
Posting Komentar
[Reply to comment]