Sabtu, 06 Juli 2013

Manggis, Si Ratu Buah Yang Kaya Manfaat

Si Ratu Buah Yang Kaya Manfaat

Tentu sangatlah wajar jika julukan si ratu buah atau “Queen Of Fruit” disematkan pada buah yang satu ini. Manggis, yang memiliki nama latin Garcinia Mangostana Linn, merupakan buah tanaman tropik yang banyak tumbuh di Indonesia dan negara Asia Tenggara yang lain. Pohon manggis termasuk tanaman keras yang mulai berbuah setelah berumur 8 sampai 10 tahun dan hanya menghasilkan buah pada musimnya selama 1-3 bulan per tahun.

Manggis memiliki daging buah yang manis dan lembut dengan kulit buah yang tebal. Sewaktu memakan buahnya, biasanya kulit manggis ini terbuang percuma. Namun pernahkah kita mengamati apa yang terjadi dengan kulit tersebut? Jika dibiarkan dalam waktu yang lama, ternyata kulit manggis tidak mengalami pembusukan seperti pada kulit buah-buah yang lain. Lama-kelamaan kulit ini akan mengering dan mengeras seperti kayu. Inilah yang menjadi keistimewaan kulit buah manggis. Walaupun daging buahnya juga kaya akan nilai gizi, ternyata kulit buah manggis memiliki khasiat yang jauh lebih banyak.

Kulit manggis dikenal sebagai antioksidan super yang dapat mengobati berbagai penyakit dalam tubuh. Mengapa demikian? Tentulah karena kandungan xanthone yang terdapat dalam ekstrak kulit manggis itu sendiri. Xanthone adalah salah satu jenis antioksidan yang memiliki nilai ORAC (oxygen radical absorbance capacity)  tertinggi, jika dibandingkan dengan buah-buahan yang lain yaitu 17.000-20.000. ORAC adalah satuan yang digunakan sebagai indikator untuk menghitung kemampuan antioksidan dalam menetralkan gugus radikal bebas. Seperti yang dimuat dalam Journal of Natural Products, xanthone sendiri memiliki 200 jenis turunan dan 40 di antaranya ditemukan dalam kulit buah (pericarp) manggis dan sedikit di kulit biji (hull).

Fungsi antioksidan
Tentu kita bertanya-tanya apakah fungsi dan kegunaan antioksidan bagi tubuh? Berbicara tentang antioksidan tentu erat kaitannya dengan radikal bebas, karena memang fungsi utama antioksidan itu sendiri adalah menetralisir prooksidan atau yang lebih dikenal sebagai radikal bebas dalam tubuh kita.

Radikal bebas sebenarnya terbentuk dari hasil metabolisme normal tubuh. Dalam keadaan normal, tubuh memiliki milyaran sel dengan pasangan elektron yang lengkap. Oksigen dialirkan oleh darah keseluruh tubuh untuk mengubah nutrisi menjadi energi. Ketika terjadi kontak dengan oksigen, molekul sel akan teroksidasi sehingga molekul tersebut kehilangan elektron. Inilah yang dikenal dengan radikal bebas.  Radikal bebas dan senyawa oksigen reaktif (reactive oxcygen species/ROS) lainnya yang diproduksi dalam jumlah normal sesungguhnya penting untuk menjaga fungsi biologis. Namun jika jumlahnya berlebihan, radikal bebas akan mencari pasangan elektron dengan merampas molekul lain yang mengakibatkan kerusakan oksidatif jaringan yang dikenal dengan stres oksidatif (oxidative stress).

Sebagai molekul yang tidak stabil, radikal bebas berusaha mengambil eketron dari molekul sel lainnya. Usaha radikal bebas menyerobot elektron ini akan menggangu perkembangan sel tersebut. Radikal bebas dapat merusak struktur, mengubah ukuran, bentuk, fungsi bahkan materi sel itu sendiri seperti protein dan DNA yang terkandung di dalamnya. Kerusakan sel mengakibatkan dampak buruk bagi kesehatan. Radikal bebas dapat menjadi pengoksidasi kuat yang dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh.

Sebenarnya tubuh memiliki sistem pertahanan alami untuk menetralisir radikal bebas dan dalam jumlah tertentu pun radikal bebas dapat membantu leukosit atau sel darah putih untuk melawan kuman dan benda asing yang masuk dalam tubuh. Namun pengaruh paparan lingkungan seperti polusi, kontaminasi limbah pabrik, zat kimia industri, konsumsi makanan cepat saji, rokok, alkohol mengakibatkan tubuh kewalahan mendeteksi radikal bebas dalam jumlah besar. Sehingga kita memerlukan asupan antioksidan yang diperoleh dari luar.

Suatu penelitian praklinik menggunakan tikus percobaan menyimpulkan bahwa mengonsumsi antioksidan dari makanan (seperti lemon) dalam jumlah yang besar dapat meningkatkan kemampuan antioksidan dalam darah sebesar 10-20%. Sebagai senyawa yang berfungsi untuk menetralkan radikal bebas yang menjadi racun atau toksik bagi tubuh, antioksidan bekerja dengan menyumbangkan elektron bagi pasangan elektron radikal bebas yang tidak sempurna.

Kulit manggis sebagai obat tradisional
Sebenarnya sejak zaman dahulu kulit buah manggis sudah banyak digunakan sebagai obat tradisional oleh masyarakat di negara Thailand, Filipina dan China untuk mengobati penyakit disentri, luka, infeksi kulit dan diare. Walaupun mekanisme pengobatan secara medis belum bisa dijelaskan, namun pada akhirnya studi-studi terkini perlahan-lahan tidak hanya bisa menjawab khasiat pengobatan tradisional tersebut bahkan mengupas lebih banyak lagi manfaat dari kandungan xanthone yang terdapat dalam ekstrak kulit manggis ini.

Sampai sekarang, tidak banyak dari masyarakat kita yang memaksimalkan fungsi dan khasiat si antioksidan super ini padahal ekstrak kulit manggis sudah mulai diproduksi dan dijual secara umum atau kita bisa mengolahnya sendiri di rumah. Jika masyarakat Eropa biasa mengkonsumsi red wine, anggur merah yang kaya akan polifenol serta masyarakat China dengan teh hijaunya yang mengandung flavanoid sebagai antioksidan, sebenarnya kita dapat menggunakan jus ekstrak kulit manggis ini sebagai suplemen baru yang baik bagi kesehatan. Di Amerika, xanthone sudah cukup dikenal dan masuk dalam 22 produk food suplement dengan penjualan tertinggi. Sementara itu di Jepang sudah dikembangkan produk panaxathone yang berisi ekstrak campuran xanthone (80% alpha mangosteen dan 20% gamma mangosteen) yang digunakan dalam kemoterapi payudara.

Dari berbagai penelitian yang telah dikembangkan sejak tahun 1996, antioksidan xanthone dari ekstrak kulit manggis terbukti memiliki segudang manfaat bagi tubuh dan telah dikembangkan sebagai alternatif terapi pengobatan yang baru di banyak negara. Berikut manfaat xanthone bagi kesehatan :
Ulasan seputar Xanthone dapat dibaca disini

1. Xanthone berperan dalam pengobatan kanker
Xanthone memiliki dua senyawa turunan, alpha mangosteen dan garcinone E yang sangat potensial dalam menghambat pertumbuhan sel kanker dan tumor. Alpha mangosteen bekerja dengan mekanisme apoptosis (bunuh diri sel) dengan meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan merangsang sel pembunuh alami (natural killer cell) dalam tubuh. Sel inilah yang bertugas untuk membunuh sel kanker. 
Ada beberapa penelitian yang mendukung hal tersebut, yang pertama riset praklinis yang dilakukan oleh Moongkarndi et al, Departement of Microbiology, Mahidol University Thailand terhadap 8 jenis tanaman herbal yang memiliki sifat antikanker terhadap aktivitas adenokarsinoma di saluran payudara (kanker payudara) dengan menggunakan MTT assay, menyimpulkan bahwa kandungan alpha mangosteen pada manggis memiliki efek terkuat dalam menimbulkan efek apoptosis atau kematian sel-sel kanker. Yang kedua, penelitian yang dilakukan oleh tim dari Tumor Pathology Division, University Ryukyus, Okinawa Jepang juga menjelaskan hal serupa saat melakukan percobaan dengan mencit untuk melihat kemampuan alpha mangostin dalam menghambat pertumbuhan sel-sel kanker kolon selama 5 minggu perlakuan. Riset itu menyimpulkan alpha mangosteen potensial digunakan sebagai kemopreventif. Ketiga, penelitan yang dilakukan oleh Matsumoto et al, Gifu International Institute of Biotechnology, Jepang menyebutkan bahwa alpha mangostin yang terdapat pada xanthone memiliki kemampuan yang sangat baik untuk membunuh sel kanker leukemia HL60 dengan mekanisme apoptosis.

Tidak hanya itu, Planta Medical mempublikasikan riset klinis yang dilakukan oleh  Chi Kuan Ho et al, dari Veteran General Hospital Taipeh, Taiwan yang membandingkan 2 kelompok sampel penelitian yang diberi ekstrak xanthone serta kemoterapi dan obat. Karena dirasa pengobatan dengan kemoterapi belum bisa memberikan hasil yang maksimal, maka alternatif pengobatan baru sangat diperlukan. Hasil uji coba membuktikan  garcinone E, salah satu senyawa turunan xanthone, memberikan efek sitoksik yang kuat terhadap sel HCCS Hepatocellular carcinomas atau kanker hati. Efek yang sama juga ditemui pada kanker lambung dan paru. Sehingga garcinone E kini dapat dianjurkan sebagai alternatif pengobatan baru untuk beberapa tipe kanker yang berhubungan dengan pencernaan dan paru-paru.

2. Xanthone dapat digunakan sebagai anti bakteri
Sebagai anti bakteri, xanthone bekerja dengan cara meningkatkan sistem imun atau kekebalan tubuh, seiring dengan itu xanthone juga memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan bahkan membunuh bakteri itu sendiri. Aktivitas antibakterial pada xanthone tentunya sangat bermanfaat dalam dunia kedokteran sebagai alternatif pengobatan baru pada kasus penyakit yang rentan dan resisten. Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Suksamrarn et al, Departement of Chemistry Srinakharinwirot University,Thailand menyimpulkan bahwa xanthone yang diekstrak dari kulit biji (hull) dan biji manggis (seed) berperan sebagai anti tuberculosis. Alpha mangosteen, beta mangosteen serta garcinone B memberikan efek yang kuat dalam menghambat pertumbuhan bakteri Mycrobacterium tuberculosis (TB).

Selain itu, Journal Medical Association of Thailand mengungkapkan bahwa kandungan polisakarida dalam kulit buah manggis (pericarp) mampu membunuh bakteri Salmonella enteritidis yang sering menyebabkan penyakit melalui konsumsi makanan (foodborne disease). Salmonella yang telah diinokulasikan dan berkembang biak dalam medium agar-agar (PDA) ditetesi dengan ekstrak kulit manggis. Hasilnya, ekstrak kulit manggis tersebut dapat merangsang produksi sel fagositik yang dapat membunuh bakteri intraseluler.

Aktivitas antibakterial xanthone juga sangat efisien dalam pengobatan MRSA (Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus) dan MSSA (Methicillin Sensitive Staphylococcus Aureus). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Iinuma M et al dari Gifu Pharmaceutical University, Jepang membuktikan bahwa xanthone memiliki efek yang kuat dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aures. MRSA yang konon dicap sebagai penyakit yang lebih mematikan daripada AIDS merupakan salah satu tipe bakteri yang ditemukan pada kulit dan hidung yang kebal terhadap antibiotik. Bakteri ini biasanya menginfeksi orang yang memiliki daya tahan tubuh yang lemah. Bakteri ini dapat menyebar dan menginfeksi orang lain melalui kontak kulit dan kontaminasi dengan barang yang telah terinfeksi. Penyakit yang ditimbulkan terlihat seperti infeksi kulit, jerawat, bisul, ruam atau gigitan laba-laba. Infeksi ini biasanya menimbulkan rasa nyeri, sakit, merah dan bengkak. Bakteri ini dapat dengan cepat menembus tubuh dan berpotensi menginfeksi tulang, sendi, luka bedah, aliran darah, jantung dan paru-paru yang dapat mengancam jiwa. Walaupun penyakit ini tidak pernah ditemui di Indonesia, aktivitas antibakterial pada xanthone terbukti efektif untuk menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus.

3. Xanthone berperan sebagai anti alergi dan anti inflamasi
Alergi adalah reaksi hipersensitivitas sistem kekebalan tubuh terhadap alergen yang berupa makanan, lingkungan atau bahan tertentu yang oleh tubuh dianggap asing atau berbahaya (atopik) padahal sebenarnya tidak bagi orang lain. Sedangkan radang atau inflamasi adalah respon sistem kekebalan tubuh terhadap infeksi dan iritasi. Ketika tubuh kita mengalami reaksi alergi dan inflamasi, tubuh akan memproduksi dan mengeluarkan antibodi (dengan bahan kimia seperti : histamin, bradikilin, serotinin, leukotrien dan prostaglandin) yang dilepaskan oleh sel yang berperan sebagai mediator untuk melindungi jaringan sekitar dari penyebaran alergi dan inflamasi.

Pelepasan histamin erat kaitannya dengan gejala alergi. Pelepasan histamin dari sel mast yang distimulasi oleh antibodi IgE dapat menimbulkan reaksi yang berbeda apabila berinteraksi dengan reseptornya. Hingga kini dikenal 4 reseptor histamin, yaitu H1 (pada otot polos, endotelium dan sistem syaraf pusat), ini merupakan reseptor yang paling bertanggungjawab terhadap gejala alergi, H2 (pada sel pariteal), H3 ( pada sistem syaraf pusat) dan H4 (pada sel basofil, saluran cerna dan sumsum tulang). Efek farmakologis yang dihasilkan dari interaksi ini dikenal dengan gejala alergi, yang umumnya dapat berupa gatal-gatal yang bersifat ringan hingga berat, demam, muntah, diare hingga shock.

Untuk mengurangi efek atas tubuh dari histamin yang berlebihan ini, kita memerlukan obat yang dapat berfungsi sebagai antihistamin sehingga gejala alergi pun dapan diredam. Salah satunya, yang dapat kita gunakan adalah ekstrak kulit manggis, xanthone. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Nakatani et al, Departement of Pharmaceutical Molecular Biology, Tokohu University, Jepang menyebutkan bahwa ekstrak kulit manggis terbukti dapat menghambat pelepasan histamin dan sintesis prostaglandin E2. Hal serupa juga dibuktikan dari penelitian yang dilakukan oleh Furukawa et al yang dipublikasikan dalam European Journal Pharmacology, dimana alpha dan gamma mangosteen sebagai derivat xanthone berperan besar sebagai agen penghambat pengeluaran histamin dan serotinin.

Selain dapat digunakan sebagai antihistamin, xanthone juga dikenal sebagai anti inflamasi. Pada kondisi sakit karena infeksi atau cedera sehingga menimbulkan radang, dilepaskanlah prostaglandin E2 sebagai hasil metabolisme asam arakidonat. Pada penelitian Nakatani et al selanjutnya, dengan percobaan yang menggunakan mencit menyimpulkan kandungan xanthone pada manggis dapat menghambat aktivitas prostaglandin E2 (PGE2). Aktivitas itu penting dihambat karena prostaglandin bersama berbagai sitokin dapat menginduksi enzim cyclooxygenase (COX2) yang memicu timbulnya rasa nyeri. Nakatani menyebutkan bahwa gamma mangosteen pada xanthone memegang peranan penting dalam menghambat aktivitas pelepasan prostaglandin E2 ini.

4. Xanthone dapat digunakan sebagai anti virus
Tentunya keberadaan ekstrak kulit manggis xanthone ini dapat menjadi angin segar bagi para penderita HIV/AIDS. Penyakit yang dikenal dengan “fenomena gunung es” ini tidak hanya memiliki prevalensi yang tinggi baik di Indonesia maupun seluruh dunia tetapi juga sangat mematikan. Virus HIV menyerang sistem kekebalan tubuh sehingga tubuh menjadi sangat lemah dan rentan terinfeksi penyakit yang lain. Dari hasil temuan yang dilakukan oleh Vlietinck et al, tim peneliti dari Departement of Pharmaceutical Science, University of Antwerp, Belgia menyebutkan bahwa senyawa turunan xanthone, alpha mangosteen dan gamma mangosteen mampu menghambat siklus replikasi virus HIV. Penelitian ini memperkuat penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Chen et al yang dimuat dalam Planta Medical menyimpulkan bahwa ekstrak kulit manggis menunjukkan kemampuan yang tinggi dalam menghambat aktivitas HIV-1 protease yang mempengaruhi replikasi HIV.

5. Xanthone dapat menurunkan kolesterol dan kadar gula dalam darah.
Kolesterol merupakan suatu jenis lemak dalam tubuh yang dikategorikan menjadi 4, yaitu LDL (low density lipoprotein), HDL (high density lipoprotein), total kolesterol dan trigliserida. Di dalam darah, kolesterol diangkut oleh LDL dan diedarkan ke sel-sel tubuh yang memerlukan agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Kelebihan kolesterol akan diangkut kembali oleh HDL untuk dibawa ke hati yang selanjutnya akan diuraikan lalu dibuang dalam kantung empedu sebagai cairan empedu. Karena tugasnya yang sedemikian rupa, LDL kerap dianggap sebagai lemak yang jahat karena dapat menyebabkan penempelan kolesterol di dinding pembuluh darah. Sebaliknya, HDL disebut lemak yang baik karena fungsinya sebagai pembersih kelebihan kolesterol di dinding pembuluh darah dan mengangkutnya kembali ke hati. Apabila kadar LDL dalam darah terus meningkat, lama-kelamaan akan mengakibatkan semakin banyaknya penempelan kolesterol dalam dinding pembuluh darah yang mengarah pada penyempitan pembuluh kapiler dan meningkatkan beban kerja jantung. Hal ini dikenal dengan arterosklerosis yang memicu timbulnya penyakit jantung koroner. LDL yang tinggi biasanya diikuti dengan rendahnya kadar HDL dan tingginya trigliserida.

Penyakit yang dikenal dengan pembunuh nomor satu ini memiliki prevalensi yang tinggi di hampir seluruh negara tak terkecuali Indonesia. Alternatif pengobatan modern lebih banyak menganjurkan mengkonsumsi antioksidan yang dapat memecah tumpukan kolesterol, menetralkan radikal bebas, mengurangi kadar LDL serta memperbaiki sel-sel yang rusak akibat penyempitan pembuluh darah sehingga penyumbatan dapat diatasi. Xanthone dari ekstrak kulit manggis memiliki kandungan antioksidan super menjadi salah satu suplemen herbal yang dapat konsumsi secara aman. Hal ini dijelaskan oleh Williams dari Western University, Australia bahwa mangostin, salah satu derivatif yang terkandung dalam xanthone berperan sebagai penangkat radikal bebas. Mangostin akan meningkatkan enzim lipoprotein lifase untuk menghidrolisis LDL menjadi asam lemak dan gliserol. Implikasinya kadar LDL menurun dan HDL meningkat.

Selain itu, ekstrak kulit manggis xanthone juga dapat menurunkan kadar glukosa dalam darah. Diabetes Mellitus (DM), penyakit yang diakibatkan karena peningkatan kadar glukosa darah ini juga termasuk salah satu penyakit yang mendapat perhatian penting karena DM dapat menjadi faktor risiko yang potensial untuk penyakit-penyakit degeneratif yang lain.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Miura et al, Suzuka University of Medical Sciene di Jepang melalui percobaan dengan menggunakan mencit menyimpulkan bahwa mangiferin, salah satu derivat xanthone dapat menurunkan kadar glukosa darah dan lemak. Mekanisme dari efek hipoglikemik yang potensial ini disebabkan karena meningkatnya sensitivitas insulin.


Sumber: intisari online

0 Komentar:

Posting Komentar

[Reply to comment]